Yang kutahu, Arne mencintai Joe.

Sampai suatu ketika nama Danur menghiasi percakapan kami siang itu. Arne yang antusias menceritakan perkenalannya dengan Danur di suatu kesempatan tak terduga, di sebuah coffee shop langganannya. Danur yang tidak sengaja menumpahkan kopi di kemeja Arne dan perkenalan itu kemudian berlanjut sebagaimana chapter dalam sinetron yang membosankan.

Lalu muncullah ekspektasi bahwa Arne juga mencintai Danur. Aku mendengar Arne bercerita panjang lebar siang itu, sepanjang jam istirahat hingga aku tak sadar bahwa kopiku ternyata sudah habis.

Menurut cerita Arne yang kudengar, mereka lalu berkencan di sebuah toko buku. Pertemuan pertama sejak kejadian di coffee shop. Pertemuan pertama yang ternyata menjadi pertemuan terakhir mereka berdua. Kenyataannya, Danur tidak mencintai Arne. Lalu dalam sekejap, aku mendengar nama Nick setelah nama Danur tak pernah lagi melintas di mulut Arne sejak perpisahan itu.

Sederhana saja, Arne bertemu Nick di sebuah kereta comuter line. Lagi-lagi, pertemuan tak terencana. Nick yang ternyata satu atap dengan Arne di tempat kerja. Nick yang ternyata adalah atasan Arne. Nick yang ternyata telah mengetahui keberadaan Arne sejak lama. Senyum Arne mengembang seperti bunga matahari yang mekar di pekarangan rumahku. Wajahnya ranum seperti buah delima yang rekah. Dia lalu bercerita perihal Nick yang sangat pendiam. Nick yang berkacamata dan Nick yang perfeksionis. Yang berwibawa. Yang tanpa sadar telah menarik perhatian Arne.
Arne terus bercerita dengan nada meluap luap. Dengan mata berbinar, dengan senyum yang terkembang.
Perasaan dan raut wajah yang sama saat dia bercerita tentang Joe dan Danur.
Aku menyimpulkan bahwa Arne pun mulai memendam rasa terhadap Nick.
Arne berubah semenjak dia bercerita tentang kedua pria itu. Bahkan ketiga, dengan Nick.
Dia semakin sering mengabaikan ajakan makan siangku dengan dalih sudah ada janji dengan salah satu lelaki yang kusebutkan tadi. Entah Joe, Danur ataupun Nick, aku tidak terlalu ambil pusing.

Arne jadi sering bercerita tentang salah satunya melalui telepon atau email, pesan singkat ataupun pertemuan-pertemuan kami yang semakin jarang terjadi. Dan entah kenapa, percakapan mengenai lelaki yang singgah di hati Arne lama-lama membuatku jengah. Aku bosan dan merasa sangat capek. Seolah, tidak ads topik lain yang bisa dibicarakan selain tiga makhluk yang tidak kutahu wujudnya tersebut. Perihal rasa cinta yang begitu meluap-luap.

Jujur selama beberapa bulan sejak Arne dekat dengan para lelaki itu dan mengalami patah hati berkali-kali, jujur, aku merasa sangat kesepian.

Aku merasa kehilangan Arne yang dulu. Arne yang selalu bercerita perihal hobi dan kesenangannya. Arne yang selalu bersemangat saat bercerita bahwa presentasinya mendapat sambutan positif dari atasan. Arne yang membuatku bersemangat mengejar prestasinya. Arne yang mulai hilang entah kemana.

Hari itu saat ulang tahun Arne, aku bermaksud memberinya kejutan. Namun yang kudapat diluar dugaanku. Ruangan Arne kosong. Dia tidak masuk kerja. Aku ke rumahnya, namun dia tidak mau menemuiku dengan alasan tidak enak badan dan barusaja istirahat. Seminggu berselang, Arne belum memasuki ruangannya. Aku menunggu. Setiap pagi aku menyiapkan bunga krisan segar kesukaannya di ruangan. Dengan harapan, saat dia masuk ke ruangannya, dia bisa menghirup aroma segar bunga itu dan aku bisa melihat kembali senyumnya yang dulu. Yang polos. Arne yang kukenal.

Kelopak krisan layu dan gugur satu-satu. Aku menggantinya dengan yang baru. Kelopak yang gugur menandakan waktu yang terhitung sejak Arne tidak tampak di kantor.

"Kau pasti yang meletakkan krisan itu. Terimakasih. Cantik sekali." Beberapa minggu berselang. Saat makan siang. Suara itu kembali mengacaukan telingaku. Arne sudah duduk tepat di depanku. Dengan rona yang kembali bersinar.

Aku ingin bertanya kemana saja dia selama berminggu-minggu itu, namun aku urungkan karena nama lelaki yang tidak ingin kudengar kembali meluncur dari bibirnya yang mungil seperti daun mint.
"Nick sudah bertunangan dengan wanita lain. Aku kembali pada Joe, tapi aku melihatnya bersama perempuan yang tidak kukenal," katanya.

Sudah kuduga. Dia pasti akan bercerita masalah itu lagi. Berulang-ulang. Padahal sesungguhnya aku ingin sekali mendengar ceritanya yang lain. Perihal kabarnya. Juga cerita-ceritanya yang lain, terkecuali lelaki-lelaki itu.

"Sudah kuputuskan sekarang, aku ingin melupakan mereka."

Aku mendongak. Merasa tidak percaya dengan apa yang dia katakan.

"Aku menemukan cinta yang lain. Kau tahu?" Dia menggenggam tanganku. "Dan kurasa aku mencintainya."

Hening. Aku menatap matanya.

"Terimakasih krisannya." Dia tersenyum. Buru-buru berlalu dari hadapanku dengan menyembunyikan rona merah di pipinya.

Sesaat aku sadar, hanya aku yang mengetahui perihal krisan itu. Hanya akulah satu-satunya yang mengerti perihal kecintaannya pads krisan. Dan hanya akulah yang menyadari perihal perasaan gadis itu yang mulai berubah kepadaku. Dan, hanya aku yang tahu kenapa aku harus segera pergi dari kehidupan gadis itu.. mulai saat ini.


Jakarta, Agustus 2012

Published with Blogger-droid v2.0.6