Tidak banyak referensi novel thriller yang saya punya karena sejujurnya saya kurang akrab dengan novel sejenis ini (yang belakangan justru membuat candu). Tapi novel ini merupakan pengecualian. Ada tiga elemen yang membuat saya tertarik membeli buku ini. Adalah :


  1.   Judulnya yang membuat saya penasaran dan bertanya-tanya, ‘Seperti apa wujud sunyi yang ingin dibahas penulis dalam buku ini? Dan rahasia apa yang menyelimuti sunyi itu sendiri?' Mengingat saya adalah salah sau penggemar sesuatu yang berhubungan dengan ‘sunyi’. 
  2. Cover novel ini yang adem dan penuh rahasia. Mengingatkan saya pada laut dan langit, dua simbol yang sering saya gunakan untuk mengibaratkan makna ‘sunyi’ dan ‘keluasan tak terhingga’ di dalam kehidupan ini. Yang ternyata juga, dua simbol itu pulalah yang digunakan penulis untuk menamai tokoh dalam novel ini, Lautan Angkasawan.
  3. Ulasan readers yang rata-rata merekomendasikan buku ini.

Dan jadilah novel ini ada di tangan saya sekarang.

--- 
 
Cerita di novel ini berawal dari Lautan Angkasawan, seorang pegawai outsourcing yang tanpa sengaja menabrak mobil Lachlan Fowler, seorang ekspatriat sekaligus pengusaha novelties kaya raya asal Australia yang juga merupakan ayah dari mantan kekasihnya yang telah meninggal dunia, Kirey Fowler.

Menurut analisa polisi, Kirey meninggal akibat kekurangan darah dalam kecelakaan saat berada di Kerinci. Lachlan Fowler tidak puas dengan keterangan versi polisi yang menyebutkan bahwa putrinya meninggal akibat kekurangan darah. Dia merasa ada sesuatu yang tersembunyi di balik kematian Kirey. Untuk itulah, berbekal scrapbook, MP3 Kirey dan laptop Acer Aspire 4741 milik Kirey, Lachlan akhirnya mengutus Lautan menyelidiki kronologi kematian Kirey yang sebenaarnya ke Kerinci.


 Perjalanan Lautan ke Kepulauan Sumatra selama beberapa hari itulah yang lantas menyeretnya secara serius ke dalam serentetan peristiwa yang berhubungan dengan Kirey serta rahasia-rahasia gadis itu, mulai dari tokoh Randu, tokoh Roa yang seorang paranormal misterius hingga obsesi terpendam Lachlan yang membuat Lautan mempertaruhkan nyawanya. 

 
Judul : Rahasia Sunyi
Penulis : Brahmanto Anindito
Penerbit : Gagas Media, 2012
Harga : Rp. 49.000,-
Tebal : 362 hlm, 13 x 19 cm
Genre : Thriller-Horror
  



Mas Brahmanto, yang lebih dulu dikenal lewat novel Satin Merah, kali ini mencoba mengambil latar budaya Sumatra khususnya Kerinci untuk novelnya yang satu ini. Beliau memang selalu berprinsip bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam dan tradisi yang belum sepenuhnya terekspos lewat fiksi. Dan saya rasa, itulah yang  membuat tulisan-tulisan beliau sarat lokalitas, beridentitas dan membumi tapi tidak jadul. Hal ini terbukti dengan banyaknya istilah IT di novel ini. Bahkan bisa dibilang, IT di sini merupakan salah satu kunci yang menjembatani  terkuaknya peristiwa-peristiwa di dalam novel ini. Meskipun mengusung tema thriller, Rahasia Sunyi tetap bernuansa Indonesia banget. Tokoh Lautan digambarkan secara real dan membumi (saat membacanya, saya justru membayangkan jika Lautan ini adalah wujud fiksi Mas Brahm sendiri yang cerdas dan cuek <~ bagian ini saya tidak sedang memuji agar dapat buku gratis lho :P). 

Karakter di novel ini konsisten dan kuat. Saya memuji ketabahan Tiara, pacar Lautan yang seorang penderita Leukimia itu membantu Lautan mengungkap teka-teki. 

Novel ini memberikan banyak informasi yang bisa menambah pengetahuan, yang beberapa diantaranya dituturkan dengan gaya eksposisi yang ringan sehingga jauh dari kesan so wikipedia.  Pergantian bab yang tidak bertele-tele membuat saya tidak bisa berhenti menutup buku ini begitu saja. Hal ini jugalah yang saya temui pada novel Satin Merah, meskipun saya belum final membacanya. Mas Brahm menuturkan kisah di novel ini dengan diksi yang lugas, mudah dipahami, padat, tidak menye-menye, cerdas bahkan sesekali diselingi dialog-dialog segar  dan dialog ‘lugu’ seorang Lautan yang membuat saya tertawa-tawa sendiri (tapi untung, waktu baca novel ini saya tidak sedang bersama teman saya. Jadi tidak seorang pun akan menganggap saya gila hanya karena sebuah buku).

Di dalam novel ini, Mas Brahm juga menyelipkan horror thriller dengan menghadirkan sosok Aria, hantu yang ternyata menghuni sebuah kamar mandi di dalam rumah stay Lautan saat di Kerinci. Kabarnya, kamar mandi itu sangat angker hingga si empunya rumah dan Lautan sendiri tidak berani memasuki kamar mandi itu (tolong jangan bayangkan sosok suster ngesot, kuntilanak atau sejenisnya ya :P)

Adanya mitos-mitos supranatural yang berkaitan dengan arwah-arwah gentayangan atau arwah leluhur serta fenomena kesurupan, tidak dipungkiri masih sangat kental melekat pada masyarakat Indonesia, terutama dalam masyarakat di daerah-daerah yang belum terjamah arus modernisasi. Mas Brahm mencoba menyelipkan itu semua ke dalam novel ini yang membuat novel ini terasa semakin kaya. Hanya saja, saya merasa janggal pada adegan saat Roa tidak sengaja melihat hantu Aria dan Kirey juga adegan saat Aria menyerang Lautan hingga Lautan kesurupan. Saya kurang paham, atau mungkin saya sedang tidak fokus saat membaca bagian itu?

Dalam buku setebal 362 halaman itu, Lautan mengajak saya menguak teka-teki yang terkadang membuat saya tegang merinding . Jangan harap akan menemukan kejadian romantis di buku ini, karena ciri utama novel thriller bukan terletak pada konflik percintaan dua tokoh yang lantas berakhir happy ending, melainkan terletak pada ketegangan–ketegangan yang terjadi di dalam plot cerita. Bagaimana seorang penulis bisa ‘menyeret’ pembaca ke dalam arus ketegangan yang dia ciptakan. Dan menurut saya, Mas Brahm mampu melakukannya dengan cukup baik. Namun, saya tidak terlalu memberikan nilai tinggi untuk endingnya dalam hal ini penyelesaiannya. Menurut saya pribadi, novel ini memiliki dua macam ending yang berkaitan. Ending tertebak dan tidak tertebak. Ending tertebak adalah ending yang sudah saya perkirakan dari awal. Apakah Lautan akan berhasil pada misi ini? Dan jawabannya bisa ditemukan di dalam buku ini. Hanya saja, penyelesaiannya terlalu buru-buru dan saya merasa ‘Udah, gitu doang?’ dan ‘Kalau cuma gitu doang, kenapa gak dari awal-awal?’ Tapi, sekali lagi, thriller berfokus pada ketegangan cerita. Proses menuju ending inilah yang lantas saya katakan sebagai ending tidak tertebak. Benar-benar sebuah rahasia karena semula saya tidak menyangka bahwa Mas Brahm akan membawa saya pada pemahaman yang sebelumnya tidak saya pikirkan. Orisinil dan lagi-lagi cerdas. Ending ini jugalah yang lantas mengingatkan saya kepada proses. Apapun itu. Saya selalu beranggapan bahwa keistimewaan sesuatu justru terletak pada prosesnya, dan bukan pada hasilnya. Bukan lantas, hasil itu sendiri tidak istimewa. Hasil bagi saya adalah bonus. Seperti saat kita bertekad untuk belajar bersungguh-sungguh, maka hasil dari belajar adalah naik kelas, nilai bagus atau bla bla bla. Namun, proses juga tidak selamanya menjadi bonus yang menggembirakan. Seperti saat kita bertekad untuk naik gunung, tidak selamanya kita akan melihat matahari tenggelam di puncak gunung, bukan? Barangkali saja kita justru akan menemukan gumpalan awan, badai salju atau semacamnya.  Kehidupan pun demikian adanya. Juga novel ini. Omong-omong, kok saya jadi ngelantur dan sok berfilosofi ya, hahaha.

By the way, saya memberikan bintang 4. Novel ini recomended bagi pembaca yang rindu novel Indonesia dengan balutan thriller. Ingin tahu rahasia di balik novel ini? Silahkan hunting dan kamu akan menemukan foto Mas Brahmantio di sana. (Yaiyalah ;p *blushing*).


P. S : Berharap banget suatu waktu Mas Brahm nulis dengan tema Psychological Thriller :)



Jakarta, November 2013