Kamis, Mei 26, 2011

Aku mencintainya seperti ketika aku menengadahkan tanganku untuk menangkap butir air hujan yang jatuh satu-satu menerpa wajahku. Memeluknya lekat sebelum matahari merampas kebersamaanku dan membawanya pergi menjadi sejumput asa yang berwarna pelangi. Mencintainya seperti kembali menemukan mata air yang membasahi ranting-ranting daun membentuk sebuah embun yang ranum. Seperti kembali menemukan kesejukan di antara gurun pasir yang retak, yang kering, yang sepi, yang kosong. Sebuah kerinduan yang lama terpendam lebih jauh melampaui panjangnya malam ketika aku terpaku pada detik jam tanpa berani bernafas, kemudian perlahan-lahan kutemukan semburat berwarna jingga yang membawa secercah kehangatan, harapan baru. Aku bersyukur bahwa aku kembali menemukannya, berangsur-angsur mencintainya dalam wujud yang sama meski dalam kerinduan yang berbeda. Yang lebih, yang sejuk, yang entah.



Terinspirasi dari Cinta itu Kamu, Moammar Emka.



Madiun, Mei 2011
Tidak usah mempedulikan badai dan angin yang suatu saat akan membalikkan kapal kecil yang telah menopang tubuh kita. Tugas kita hanya mendayung, berlayar. Beginilah seharusnya. Kita hanya perlu membiarkan dayung itu menggerakkan perahu dengan sendirinya. Mengikuti kemana arus mengalir hingga membawanya pada sebuah dermaga. Kau percaya? Kelak kita akan berhenti di sana. Sekedar mencicipi segarnya air kelapa muda, juga membelai butiran-butiran pasir dengan telanjang kaki kita. Teruslah mendayung, tanpa berhenti. Aku pun akan melakukan hal yang sama.


Madiun, Mei 2011