Belakangan ini saya kehilangan fokus menulis lagi setelah beberapa waktu yang lalu saya berhasil menambah satu halaman lagi dari halaman sebelumnya. Ya, satu halaman yang bagi saya sangat berharga. Satu halaman yang saya tulis dengan mengendapkan draft selama beberapa hari lamanya, bahkan banyak hari hingga saya nyaris lupa akan kemana jalan cerita dari draft yang sedang saya tulis ini.

Saya kehilangan fokus bukan karena pekerjaan saya atau lingkungan saya yang berganti. Saya juga tidak punya alasan untuk menyalahkan kedua situasi rumit itu untuk mencari perlindungan dari waktu yang telah saya tetapkan sendiri dalam menyelesaikan draft yang selama ini telah menyita sebagian isi kepala saya. Tapi saya merasa, saya jauh lebih khawatir daripada sebelumnya. Saya merasa cemas terhadap diri saya sendiri, terhadap tulisan-tulisan saya yang berdampak pada tingkat kepercayaan diri saya yang anjlok secara drastis. Mood saya yang berantakan entah karena apa. Semangat yang menyurut yang membuat saya cepat bosan dengan segala sesuatu. Dan untuk itulah saya lebih suka melamun, mendengarkan lagu atau duduk di depan laptop hanya memandangi beranda yang berisi hal yang sama setiap harinya. Atau jika waktu libur yang berharga itu tiba, saya akan naik kereta. Sekedar naik saja, tidak peduli siapa yang akan saya temui setelah kereta tiba di stasiun tujuan. Saya jenuh luar biasa dan mungkin itulah yang membuat saya terlihat linglung belakangan ini. Saya merasa harus berpindah tapi tidak tahu harus kemana. Saya membutuhkan waktu untuk diri sendiri yang mulai jarang sekali saya dapatkan. Saya seperti terikat oleh sesuatu yang bahkan saya sendiri tidak tahu apa yang tengah mengikat saya. Seperti ada banyak aturan yang membebani kepala saya meski nyatanya tidak seorang pun yang memaksa saya.


Saya sangat merindukan kebebasan. Merindukan saat-saat di mana saya dulu bebas menuliskan cerita-cerita di sebuah buku tulis dan kemudian saya tukarkan kepada teman saya. Saya merindukan saat-saat di mana ibu saya mengomel habis-habisan karena saya jarang makan hanya karena menyelesaikan sebuah cerita pendek. Saya merindukan saat di mana saya bisa menulis di mana saja, kapan saja dan apa saja. Tapi, semakin hari, semakin mengenal sedikit demi sedikit teman penulis dan mengerti sedikit demi sedikit ‘apa yang sedang saya tulis’, saya justru merasa ada sebuah beban yang mendarat di kepala saya yang membuat kekhawatiran-kekhawatiran kecil itu muncul dan berimbas besar pada draft yang sedang saya susun. Bahkan draft-draft lain yang tidak pernah selesai selama bertahun-tahun.

Saya terlalu banyak berpikir.

Saya sakit.

Saya merasa bersalah terhadap diri sendiri. Juga orang lain.

Saya dihantui pikiran saya sendiri. Semua yang ada di kepala seperti memburu saya dan meminta pertanggungjawaban. Mereka menjelma suara yang banyak, berteriak meracuni kepala. Jika sedang berdamai, ‘mereka’ akan diam saja. Jika sedang memberontak, ‘mereka’ akan datang dalam kawanan yang besar, menyerbu saya hingga saya tidak bisa berbuat apa-apa.Oke, saya mulai ngelantur. Tapi itulah yang kerap saya rasakan.  

Jika saya berjuang kembali dari titik yang paling rendah sekalipun, apakah saya telah terlambat untuk menulis sebuah kalimat selesai di akhir cerita? Ya, saya punya impian untuk itu.



Jakarta, Oktober, 2013