Perihal kenangan yang lindap bersembunyi di balik mata senjanya yang itu..
Suaranya yang redup, yang sayup, seperti dawai gending jawa yang mengalun lewat radio usang, di penghujung siang.

Perihal lelaki tua yang selalu bercakap dengan kenangan yang datang silih berganti dengan air mata dan perasaan kehilangan. Perihal lelaki tua yang senantiasa memeluk sepi.
Yang tak pernah lelah menatap foto abu-abu yang tergantung di tembok bata yang telah menghijau oleh sebab lumut.
Foto istrinya yang telah tiada, dan anaknya yang berada jauh darinya.
Gambar kedua orang yang sangat dikasihinya melebihi urat nadinya.

Lelaki itu memeluk sepi, dengan puing-puing kenangan yang enggan ia larung.
Sebab hanya kenanganlah satu-satunya hal yang membuatnya bahagia.
Yang menemaninya bercakap. Yang menemaninya tertawa. Bahkan yang menemaninya menangis.

Ia tatap langitlangit kamar yang buram.
Suara nyamuk meraung-raung.
Dulu, di rumah itu mereka bertiga bahagia. Bercerita apa saja hingga malam tampak nyata. Menikmati suara hujan. Suara angin. Bahkan suara lagu lagu yang diputar dari radio.
Tapi semua berubah sekarang..
Sunyi dan malam dengan sepotong lampu peatromak tua, lelaki itu memeluk sepi. Merapal doa.
Untuk istrinya yang telah tiada, untuk anaknya yang jauh di mata, dan untuk kenangan yang senantiasa tak pernah berubah warnanya.

Jakarta, Juli 2012
Di Sebuah Kamar Kost yang Mendadak Pengap.

Published with Blogger-droid v2.0.6