Judul Buku : Memori, Tentang Cinta yang Tak Lagi Sama
Penulis : Windry Ramadhina
Penerbit : Gagas Media
Tahun Terbit : 2012
Tebal Buku : 304 Halaman
ISBN : 979-780-562-x

Cinta itu egois, sayangku. Dia tidak akan mau berbagi. Dan seringnya, cinta bisa berubah jadi sesuatu yang jahat. Menyuruhmu berdusta, berkhianat, melepas hal terbaik dalam hidupmu. Kau tidak tahu sebesar apa taruhan yang kau pasang atas nama cinta. Kau tidak tahu kebahagiaan siapa saja yang sedang berada di ujung tanduk saat ini.

Kau buta dan tuli karena cinta. Kau pikir kau bisa dibuatnya bahagia selamanya. Harusnya kau ingat, tak pernah ada yang abadi di dunia, cinta juga tidak. Sebelum kau berhasil mencegah, semua yang kau miliki terlepas dari genggaman. Kau pun terpuruk sendiri, menangisi cinta yang akhirnya memutuskan pergi.

*

Yay!! Setelah sekian lama vakum membaca, akhirnya saya berhasil menamatkan buku ini dengan senyum terembang di bibir. :D

Bercerita tentang Mahoni, seorang arsitekur muda Virginia yang harus rela mengubur impiannya karena dihadapkan pada kenyataan buruk, ayah meninggal dan harus kembali ke Indonesia.

Sesampainya di Indonesia, masalah perlahan-lahan datang seolah membuatnya terikat. Tanpa diduga, Mahoni harus rela mengurus adik tirinya, Sigi. Bertemu dengan teman sekaligus cinta masa lalunya, Simon. Dan mengorbankan karier pekerjaannya di Virginia.

Novel dengan drama sederhana ini dikemas apik oleh Mbak Windry dengan porsi yang tepat. Seperti benar-benar terencana matang. Tentang adegan-adegan masa lalu yang tidak membingungkan, novel ini mengalir apa adanya. Saya suka sekali cara pendeskripsian mbak Windry dengan detail-detail kecil, penuturan yang tenang, ritme yang tidak terlalu cepat juga tidak terlalu lambat. Itu membuat saya menikmati setiap kalimat-kalimat yang beliau tulis.

Cara Mbak Windry menulis mampu membuat saya membayangkan setiap detail yang berkaitan dengan dunia arsitek -yang memang saya sukai, penjelasan-penjelasan tentang siapa itu Gehry atau Koolhas, tentang Konte, tentang desain desain kecil berkaitan dengan eksterior dan interior yang diramu manis tidak menggurui. Karena nyatanya beliau memang seorang arsitek. :D

Karakter yang kuat, real, jujur dan konsisten membuat saya dengan mudah bisa berinteraksi dengan tokoh-tokoh yang diciptakan oleh Mbak Windry. Bagian favorit saya adalah, saat Sigi rela berhujan-hujanan demi menjemput Mahoni yang saat itu sudah diantar pulang. Itu yang membuat saya jatuh cinta pada Sigi. :D

Novel ini memberikan pelajaran, bahwa sedingin dan sekeras apapun hati seseorang karena masa lalu yang kelam, pasti akan ada setitik kehangatan di dasar hatinya untuk memaafkan. Mungkin itu yang disebut cinta.

Kekurangannya? Saya tidak menemukan sesuatu yang 'cacat' di novel ini. Dan rasanya, Mbak Windry akan jadi penulis favorit saya setelah ini :)

Jakarta, Desember 2012

Published with Blogger-droid v2.0.6