Judul : The Kreutzer Sonata  
No. ISBN : 9786028252232 
Penulis : Leo Tolstoy 
Penerbit : Jalasutra 
Tanggal terbit : November - 2009 
Jumlah Halaman : 160 
Kategori : Sastra 
Harga: Rp. 26.000

Siapa yang berkuasa : lelaki atau perempuan? Pertanyaan ini sama bangkanya dengan pertanyaan mana yang lebih utama : lelaki atau perempuan? Bagi masyarakat awam, pertanyaan itu sudah terjawab secara cultural. Bahkan dalam bahasa agama, klaim lelaki lebih berkuasa ketimbang perempuan menjadi begitu dominan. “Hawa, perempuan tercipta dari rusuk Adam.” Sergah pedagang tua dalam novela ini.
Tapi bernarkah demikian? Posdnicheff, tokoh dalam novela yang Anda pegang ini menunjukka fakta berbeda : perempuan menguasai lelaki dengan pakaian dan segala asesoris mereka yang menggugah hasrat seksual lelaki. Secara kasat mata, perempuan memposisikan diri sebagai objek yang dinikmati lelaki; lelaki yang memilih perempuan. Namun tanpa disadari, lelaki telah terjebak. Berhenti di titik ini, perempuanlah yang memilih lelaki; berkuasa atas lelaki.

Perdebatan di kereta itu jadi sepanas the yang mereka hirup bersama. Hingga Posdnicheff berkisah, untuk menanggulangi kekalahan lelaki, ia menuntaskan nyawa istrinya di ujung belati, beberapa hari setelah perempuan itu memainkan bait-bait The Kreutzer Sonata di gedung balai kota. Terang saja, malam itu adalah puncak, dimana istri Posdnicheff berhasil mengalahkan kelelakian Posdnicheff dengan bersenjatakan pesona tubuhnya, menggaet pelatih biola.

*

Ini menarik. Dan saya pribadi belum pernah menemukan konflik seperti ini dalam novel, mungkin pernah ada film yang menggambarkan hal serupa. Tapi tentu ini sangat berbeda.


“Tapi apa hikmah dari ungkapan bahwa hanya cinta yang menyucikan perkawinan?”
“Bagaimana? Sederhana saja. Cinta… cinta adalah sikap lebih menyukai seorang lelaki atau perempuan tertentu dibandingkan semua lelaki atau perempuan lain.”
“Lebih menyukai untuk berapa lama? Sebulan, dua hari, atau setengah jam?”  (Halaman 12-13)


Bersetting di Rusia di sebuah kereta, Tolstoy memulai kisah ini dengan perdebatan antarpenumpang, mulai dari perdebatan soal harga barang dan kondisi bisnis, kenalan mereka, pemeran di Nijni Novgorod —yang menurut saya terasa membosankan, sampai pada perdebatan serius menyangkut cinta dan hakikat pernikahan hingga menyangkut affair Posdnicheff yang terkenal pada masa itu. Affair yang akhirnya menyebabkan Posdnicheff melakukan pembunuhan terhadap istrinya sendiri, hanya karena sikap over protective dan cinta yang berlebihan sehingga menumbuhkan kecemburuan yang membabi buta.
Di sini tergambar jelas seorang Posdnicheff yang semula tidak mengerti cinta, akhirnya bisa dengan mudahnya menaklukkan wanita-wanita dan memberikan pemahaman seolah-olah dia adalah makhluk ‘rusak’ yang pernah diciptakan, pemahaman bahwa dia sudah dibutakan oleh pesona wanita yang menyebabkan ketakutan dan kecanduan pada dirinya sendiri. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang wanita yang dia anggap sempurna, wanita yang dia ‘cintai’ dan akhirnya menjadi istrinya. Dari sinilah cekcok-cekcok kecil dan perbedaan pendapat mulai menghiasi hubungan rumah tangganya. Mulai dari masalah anak hingga perdebatan masalah tugas suami istri. Mereka yang saling curiga satu sama lain, saling menyalahkan satu sama lain membuat istrinya tertekan dan sakit-sakitan. Hingga suatu ketika, Posdnicheff yang cemburu harus melihat dokter memeriksa istrinya yang mulai sakit-sakitan karena tekanan batin sejak merawat anak-anak mereka. Dari situlah kecemburuan dan kebencian pada istrinya mulai tumbuh. Ketakutan-ketakutan kecil akhirnya membuatnya menderita, ketakutan yang menguasainya.

“Hubungan kami bahkan lebih kejam, dan tiba pada suatu tahap ketika bukan saja perbedaan pendapat di antara kami yang menyebabkan kebencian, tapi kebencianlah yang menyebabkan perbedaan pendapat.” (Halaman 89)
“Dengan begitu, kami hidup di dalam kabut abadi yang membuat kami buta keadaan sebenarnya. Kami seperti dua tukang dayung kapal yang diikatkan pada satu bola besi, saling menyerapahi, meracuni kehidupan dan mencoba memancing kemarahan satu sama lain.” (Halaman 93)

Hubungan yang tidak harmonis itulah yang menyebabkan mereka memutuskan pindah ke kota. Istri Posdnicheff yang tertekan dengan keadaan rumah tangganya, membuatnya berniat bunuh diri. Peristiwa itu mampu melunakkan hati Posdnicheff, namun tak berlangsung lama hingga kebencian itu kembali menguasainya.
Karena tertekan, Istri Posdnicheff memutuskan bermain piano untuk menumpahkan semua perasaannya. Bermula dari situlah, istrinya bertemu dengan Troukhatchevsky —pemain biola yang dia curigai mempunyai hubungan khusus dengan istrinya. Dan ketakutannya kembali muncul, kebenciannya semakin tidak bisa ditahan. Dia gelisah, perasaan benci kepada istrinya bercampur dengan perasaan cemburu. Puncak kecemburuannya adalah saat malam-malam melihat istrinya dan pemain biola itu menikmati musik berdua di rumahnya, dan di situlah ia memutuskan untuk membunuh istrinya.
Dengan menggunakan bahasa sastra dan ‘menggerakkan’ tokoh Posdnicheff untuk bercerita lewat percakapan-percakapannya, Tolstoy menjelaskan bagaimana seharusnya kita memandang masalah dan menghilangkan keegoisan dalam sebuah hubungan pernikahan. Setiap pernikahan tentu saja akan mengalami fase-fase kritis yang memposisikan kita pada dua pilihan sulit. Berbicara untuk menghangatkan atau mendiamkan untuk mendinginkan. Inilah yang dialami Posdnicheff dalam fase pernikahannya. Masalah dan bisikan-bisikan di dalam hatinya memaksanya untuk diam dan menganggap semua baik-baik saja. Terjadi perang batin dalam dirinya yang akhirnya membuatnya tega membunuh istrinya dalam keadaan ‘khilaf’ yang lain. Khilaf yang akhirnya membuatnya sadar bahwa cinta tidak semata-mata hanyalah nafsu, cinta bukanlah yang selama ini dia lihat dalam tubuh istrinya.  Melainkan ada cinta yang lain yang mulai membuatnya menyesal telah melakukan pembunuhan itu.
Begitulah, Tolstoy dengan cerdas dan gamblang mengungkapkan gagasan-gagasan yang sama sekali tidak pernah terfikirkan di kepala saya sebelumnya. Bagaimana cinta berarti sesuatu yang sangat complicated dan signifikan jika ditelisik lebih jauh. Bagaimana seharusnya kita memposisikan cinta itu sendiri dalam batas-batas yang wajar. Cinta dalam artian yang sebenarnya, bukan sesuatu yang mengatasnamakan cinta. Dan memandangnya dalam sudut pandang yang semestinya. Ketakutan-ketakutan justru akan membuat kita semakin terpuruk dalam pikiran kita sendiri lalu menyengsarakan kita.
Tolstoy melalui novelnya telah merekam semua konflik-konflik sosial yang jarang sekali dilirik penulis-penulis abad modern. Meski novel ini mendapat kecaman saat pertama kali terbit, novel ini telah berhasil menginspirasi setidaknya delapan film (terakhir 2008), beberapa musik, pementasan, lukisan, tari balet Rusia, Eropa, Amerika, dan Asia. Novel ini telah berhasil menggambarkan pertarungan kaum tua dan kaum muda; antara mereka yang menjunjung tinggi nilai pernikahan dan mereka yang menganggap pernikahan sebagai prostitusi jangka panjang; antara kekangan dan kebebasan; penindasan dan perjuangan. Juga arti cinta yang sebenarnya.
Membaca buku ini, seperti menyelam ke dalam dua lautan sekaligus. Laut bening dan laut keruh. Tergantung Anda ingin menyelam di laut yang mana.


Madiun, 2011
Published with Blogger-droid v2.0.6