Selasa, Juli 24, 2012

Kita barusaja terlempar ke masa silam. Bermenit menit dan berjam jam waktu berputar semacam deruderu roda pedati tua. Engkau hendak menengadah luka pada sejumput senja yang muram dan merah warnanya. Di sana letak kesunyian yang perlahan mengendap dan memberuncah pada dadamu. Dada kosong itu. Kita barusaja terlempar ke masa silam. Masa yang bahkan kau sendiri tak mampu lagi merekamnya dengan jelas. Masa saat masih banyak capung berkeliaran di udara dan laron-laron muncul dari balik lubang lembab selepas hujan di pagi buta. Engkau tertawa melihat...
Diterjemahkan: Sutardji Calzoum Bachri dari Letters To A Young Poet karya penyair Jerman Rainer Maria Rilke. Kau tanyakan apakah sajak-sajakmu bagus. Kau tanyakan padaku. Sebelumnya kau pun telah bertanya pada yang lain. Kau kirim sajak-sajakmu itu ke berbagai majalah. Kau banding-bandingkan dengan sajak-sajak yang lain. Dan kau pun jadi terganggu ketika ada redaktur yang menolak upayamu itu. Kini, (karena kau izinkan aku menasehati kau), aku minta kau jangan lagi melakukan...
"Hei!! Sebentar lagi hujan turun. Apa yang kau lakukan di situ? Ayo kita berteduh!" Gemuruh langit terdengar antusias bersama dengan kilatan-kilatan indah yang menyerupai blitz kamera. Laki-laki itu berlari menghampiri seorang gadis berkepang yang masih duduk di sebuah bangku, di bawah pohon flamboyan yang belum berbunga. "Aku mau di sini dulu, sebentar saja. Sampai hujan turun," kata gadis itu. "Apa yang mengacaukan pikiranmu? Aku melihat kemurungan mengendap di matamu." "Kata...
Perihal kenangan yang lindap bersembunyi di balik mata senjanya yang itu.. Suaranya yang redup, yang sayup, seperti dawai gending jawa yang mengalun lewat radio usang, di penghujung siang. Perihal lelaki tua yang selalu bercakap dengan kenangan yang datang silih berganti dengan air mata dan perasaan kehilangan. Perihal lelaki tua yang senantiasa memeluk sepi. Yang tak pernah lelah menatap foto abu-abu yang tergantung di tembok bata yang telah menghijau oleh sebab lumut. Foto...
Perihal rasa yang padanya segala keluh kesah tertumpah. Hendak kukabarkan pada malam perihal rindu yang kian memuncak. Perihal masa silam, yang dengan ijinnya menjadi lembaran-lembaran penghias tidur. Menjadi semacam dongeng wajib yang dibacakan ibu ibu masa lalu pada anak anaknya hingga bulan pun lantas tahu dialog mana yang paling rinci. Yang paling disukai anak anak itu hingga membuatnya tidur dengan senyum rekah seperti delima yang ranum warnanya. Aku tidak peka. Rinduku...