Saat aroma kopi itu menjauh,
kusadari bahwa kau
tak mungkin kutemui lagi.
Seperti aromamu yang terempas
oleh butir udara,
meninggalkanku dalam sunyi
yang dingin.
Sampai kusadari kau hadir,
menyergapku dalam diam,
mengembalikanku dalam kenangan.
Dan, menabur aroma yang sama
dengan apa yang telah kutinggalkan.
Ketika itulah aku pahami,
aku tak mungkin berpaling lagi.
Judul : The Coffee Memory, Ketika Aroma Cintamu Menyergapku
Penulis : Riawani Elyta
Penerbit : Bentang Pustaka (Pustaka Populer)
ISBN : 978-602-7888-20-3
Harga : Rp39.000,-
|
Berbeda
dengan perjalanan saya kemarin-kemarin, kali ini bersama Dania saya diajak
berkunjung ke sebuah kedai kopi di kawasan Nagoya, Batam untuk mencicipi racikan
kopi di sebuah kafe bernama Katjoe Manis.
Buku
ini bercerita tentang Dania, seorang wanita muda yang merasa terpukul karena kepergian suaminya
akibat kecelakaan. Dania yang awalnya susah move on dari Andro, yang lebih
memilih meratapi kesedihannya sendiri, kemudian bertekad membuka kembali Katjoe
Manis―sebuah kafe yang dia rintis bersama Andro. Di kafe penuh kenangan itulah
yang akhirnya mempertemukannya dengan Barry, seorang barista yang tiba-tiba
ingin bekerja sama dengan Dania untuk membangun kembali Katjoe Manis yang
sempat ‘redup’ pasca kepergian Andro. Juga munculnya Pram, seseorang dari masa
lalu Dania, dengan kafenya yang terkenal. Dari sinilah awal polemik itu. Mulai
dari kisah jatuh bangun mempertahankan kafe dan juga jalinan cinta yang
mewarnai perjalanan mereka.
Jauh-jauh
hari, saat saya mendengar kabar bahwa tidak lama lagi Mbak Ria akan menerbitkan
buku yang berkaitan dengan sesuatu yang berbau kopi. Dan begitu tahu bahwa buku
ini terbit, saya langsung memesannya―meski kedatangannya harus nunggu agak
lama. :P
Alasan
kenapa saya begitu addict sama buku ini adalah ya... bisa ditebak, saya penyuka
kopi, meski belum sampai taraf kecanduan. Jika membayangkan sebuah cerita yang
berlatar dunia kopi, kafe dan sejenisnya, saya jadi ingat lagu Falling in Love
at a Coffee Shop-nya Landon yang belakangan ini meracuni saya itu, atau Marry
Me-nya Train yang romantis dan Begin Again-nya Taylor Swift yang kesemuanya
mengambil percintaan di sebuah kedai kopi. Sounds romantic, bukan? :v (oke,
back to the topic)
Don’t
judge a book by its cover layaknya cocok saya gunakan buku yang
satu ini. Memiliki komposisi sampul penuh kopi, otak saya langsung berasumsi
bahwa buku ini akan penuh dengan cita rasa dan wangi kopi yang saya sukai. Daaan,
untuk itulah saya membeli buku ini.
Awalnya,
tidak banyak babibubebo lagi, saya langsung membuka segel kemasan bukunya yang so kopi banget dan mengingatkan saya
pada kemasan kopi arabica yang terbuat dari kertas. Pikiran saya langsung
menerawang, saya seperti berada di sebuah kedai kopi tua dengan aroma kopi sekaligus
aroma kertas tua yang tercium dari perpustakaan mini di sebuah sudut di kedai
itu. Tapi, begitu membaca kalimat per kalimat di novel ini, alis saya langsung
mengerut. saat itu saya berpikir, mungkin saya lagi nggak fokus. Untuk itulah
saya kembali mengulang dari awal, berusaha mencerna apa yang ingin penulis
sampaikan dan untuk kedua kalinya pula alis saya berkerut. Maka, saya putuskan
mengendapkan buku itu, dan menunggu mood yang tepat untuk melanjutkan membaca. Saya
memang tipe pembaca yang susah move on, atau lebih tepatnya, pembaca yang bisa
mudah terprovokasi hanya karena bab pertama dan gaya menulis si penulis. Itulah
kenapa, bab pertama dan gaya si penulis bercerita sangat berarti bagi saya. Dan
barangkali, itulah yang membuat saya tidak berani keluar jalur dalam membaca
yang menjadikan saya sempit wawasan. Saya memang bukan pelahap semua genre
buku, itulah sebabnya bahan bacaan saya tidak lepas dari genre itu-itu saja. Saya
membaca buku yang saya suka, jika memang kebetulan saya membeli buku yang
ternyata tidak saya suka, maka saya akan membiarkannya berada di tumpukan rak
buku saya. Egois ya? :P
Membaca
itu ibarat menulis bagi saya. Di mana semua kebebasan dan kemerdekaan tumpah
ruah di sana. Jika saya sedang menulis, saya akan membiarkan pikiran saya liar
menjelajahi imajinasi saya. Begitu juga saat saya sedang membaca. Jika
kebetulan buku yang saya baca bergenre fiksi, saya akan membiarkan pikiran saya
menjelajahi imajinasi yang dibangun si penulis. Lantas, memaksakan sesuatu yang
tidak disuka untuk menjadi disuka, apa tidak menyakitkan rasanya?
Saya tidak
bilang, jika saya tidak menyukai buku ini. Itu salah besar. Ini buku menarik sebenarnya
jika saja mbak Ria bisa meramunya dengan lebih ‘sabar’ dan lebih ‘matang’. Saya
menyukai konsep ceritanya, juga settingnya dan konfliknya. Jika ini sebuah
outline, saya percaya ini adalah outline yang bagus. Tapi, saya merasa buku ini
serba nanggung. Saya kesulitan menemukan chemistry antartokoh ataupun chemistry
saya sendiri dengan tokoh. Saya juga merasa ‘gregetan’ dengan deskripsi dan
narasi-narasi di alur maju-mundur pada bab-bab awal. Barangkali Mbak Ria ingin
mencoba tell tentang masa lalu Dania
dengan Andro, tapi itu tidak membuat saya ‘meledak-ledak’. Sebaliknya, ini
justru membuat saya ingin cepat-cepat keluar dari ‘zona’ ini.
Sebelumnya,
dulu, saya pernah membaca beberapa cerpen Mbak Ria dan novel Tarapuccino yang membuat saya kagum. Dan
begitu membaca buku ini, saya seperti bukan membaca tulisan Mbak Ria. Ada yang
kurang mengena di hati saya, ada yang mengganjal tapi entah apa. Namun, saya
percaya, mbak Ria bisa menulisnya lebih dari ini. :)
Saya
mengerti, menulis novel itu tidak semudah membuat curcol review semacam
ini. Jadi, belum tentu saya bisa menulis seperti apa yang sudah Mbak Ria tulis.
:P
Untuk
siapapun yang mencari novel roman yang ‘santun’, yang maniak kopi dan pengen
punya usaha coffee shop, yang mencari informasi lebih all about coffee, juga yang pengen menemukan cintanya di coffeeshop kayak saya (plak! XD), buku
ini cocok jadi teman minum kopi di waktu senggang. :)
Jakarta, July 2013
Iya, bab awal emng bikin dahi saya berkerut2 juga krna alurnya 'njeglek'. Tp overall, saya justru ngrasa ini novel terbaiknya mpok ria. Haha... Krna kita beda fokus kali ya? XD
BalasHapusAh really canny catch what yew said, Beib.
BalasHapusCoz ah really canny enjoy a cup of coffe or ah-nything :'(
So, ah truly canny imagine ah-nything about coffe.
Sowy, Pal :/
Armando : wakakaka, mungkin :P
BalasHapusJo : kau perlu mencoba kopi kapan-kapan xD btw, ini review tapi nggak nyambung sama sekali xDDD
Iki repiu merangkap curahan kegalauan :*
Hapus